Alif MH - Info: Environment
Showing posts with label Environment. Show all posts
Showing posts with label Environment. Show all posts

Saturday, June 21, 2025

HollyMart dan Komunitas Gelar "Aksi BISA Bersih" di Pantai Amahami

HollyMart dan Komunitas Gelar Aksi BISA Bersih di Pantai Amahami
Foto bersama para relawan "Aksi BISA Bersih"

Kota Bima, AlifMH.info  HollyMart bekerja sama dengan Komando Distrik Militer (KODIM), Forum Komunikasi Gerakan Keagamaan (FKGK), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kementerian Agama, Pemerintah Kota Bima, Saka Bhayangkara, Mapala Londa, World Cleanup Day, KSL NATARU, dan berbagai komunitas peduli lingkungan menggelar “Aksi BISA Bersih – CSR HollyMart Peduli Lingkungan” di Pantai Amahami, Sabtu pagi (21/06/2025).

Kegiatan yang dimulai pukul 06.00 WITA ini bertujuan mengajak masyarakat untuk aktif menjaga kebersihan pesisir Pantai Amahami yang belakangan dipenuhi sampah plastik dan limbah rumah tangga. Owner HollyMart, Hendra Rusly, S.T., menegaskan, “Sebagai bagian dari masyarakat Bima, kami merasa bertanggung jawab melindungi lingkungan. Dengan program CSR ini, kami berharap Pantai Amahami kembali bersih dan dapat dinikmati generasi mendatang.”

Sebelum memungut sampah, panitia memberikan arahan teknis kepada relawan mengenai kategori sampah dan tata cara memilahnya. Relawan yang terdiri atas pelajar, mahasiswa, prajurit TNI, pegawai pemerintahan, hingga para ekowarrior komunitas lokal antusias membersihkan sepanjang garis pantai sepanjang 2 kilometer. Tak hanya plastik, puluhan batang kayu dan limbah organik juga berhasil dikumpulkan.

HollyMart dan Komunitas Gelar Aksi BISA Bersih di Pantai Amahami
Dokumentasi kegiatan "Aksi BISA Bersih:"

Heri Susanto, salah satu relawan, menyatakan kegembiraannya, “Saya bangga bisa ikut bergerak bersama. Kegiatan ini tidak hanya membersihkan pantai, tetapi juga membangun rasa peduli lingkungan di antara kita.” Pada akhir acara, sampah terpilah diserahkan kepada petugas DLH untuk didaur ulang atau diolah sesuai jenisnya.

“Aksi BISA Bersih” sekaligus menjadi momentum untuk menggaungkan gerakan sadar lingkungan di Kota Bima. HollyMart berkomitmen melanjutkan program CSR serupa di lokasi lain, demi mewujudkan kota yang bersih dan berkelanjutan.

ا MH ] 

Friday, June 13, 2025

Fatrian Rubiansyah: Plastik Ancaman Nyata dalam Pengolahan Air Bersih


Jakarta, AlifMH.info  Memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 yang mengusung tema global “Beat Plastic Pollution”, Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP—Co‑Founder Nusawater dan Water Collaborator—menegaskan bahwa plastik merupakan salah satu polutan paling meresahkan dalam industri penyediaan air bersih. Menurutnya, dari partikel berukuran besar yang menyangkut di pompa hingga serpihan mikroplastik yang sulit terdeteksi, keberadaan plastik tidak hanya menyumbat sistem, tetapi juga membahayakan kualitas air dan kesehatan manusia.

Fatrian menjelaskan, “Mikroplastik adalah partikel super kecil yang mampu menembus filter konvensional dan akhirnya masuk ke dalam air minum. Bahan ini kemudian terakumulasi dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan potensi gangguan metabolisme, peningkatan risiko kanker, serta masalah kesehatan jangka panjang lainnya.” Kondisi ini, lanjutnya, menuntut perhatian lebih dari para pelaku industri, regulator, dan masyarakat luas.

Untuk mengurangi dampak polusi plastik, Fatrian mengusulkan tiga langkah praktis. Pertama, membatasi penggunaan plastik sekali pakai—terutama kemasan air minum—dengan membawa botol atau tumbler sendiri. Kedua, memasang sistem penyaringan air di rumah yang dirancang khusus untuk menangkap partikel halus, termasuk mikroplastik. Ketiga, menjalankan program daur ulang (recycle) dengan disiplin: memisahkan sampah plastik dari sampah organik, lalu mengirimkannya ke bank sampah atau fasilitas daur ulang resmi.

“Kadang kita terlalu sibuk mengkritik sistem eksternal, padahal perubahan paling fundamental diawali dari kebiasaan kecil yang konsisten setiap hari,” kata Fatrian. Ia menantang setiap individu untuk mulai berkontribusi dalam gerakan #StopPolusiPlastik agar generasi mendatang dapat menikmati air bersih yang aman dan lingkungan yang lebih sehat.

ا MH ] 

Thursday, June 12, 2025

DPP FABEM Apresiasi Prabowo Cabut 4 Izin Tambang Nikel di Raja Ampat

 


Jakarta, AlifMH.info  Dewan Pimpinan Pusat Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (DPP FABEM) menyambut positif langkah cepat Presiden Joko “Prabowo” Subianto bersama jajaran kabinetnya yang mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. FABEM menilai keputusan tersebut selaras dengan upaya perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat setempat.

Dalam pernyataannya, Ketua Umum DPP FABEM Zainuddin Arsyad, S.I.P., menegaskan bahwa meski empat izin telah dicabut, masih terdapat beberapa perusahaan tambang yang izin operasionalnya belum dibatalkan secara permanen. “Kami mendesak Presiden untuk menghentikan seluruh kegiatan eksplorasi tambang nikel di Raja Ampat, demi menjaga kelestarian ekosistem laut dan kehidupan masyarakat adat,” ujarnya.

Selain itu, FABEM meminta Kejaksaan Agung dan instansi penegak hukum terkait untuk segera menelusuri dugaan pelanggaran dalam penerbitan izin tambang tersebut. FABEM juga mendorong Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh tambang di pulau-pulau Indonesia yang dinilai tidak mematuhi prinsip good mining practice dan menyebabkan kerusakan lingkungan.

FABEM menegaskan pentingnya penegakan sanksi tegas terhadap pencemar dan perusak lingkungan. “Perusahaan yang terbukti merusak lingkungan harus diawasi pemerintah dan diwajibkan melakukan revegetasi serta perbaikan lahan pasca-tambang,” kata Tody A. Prabu, S.H., Wakil Ketua Bidang Kerjasama Antar Lembaga & Bidang Hukum DPP FABEM.

Lebih lanjut, FABEM mendukung investasi yang ramah lingkungan, tidak merusak situs bersejarah, dan tidak mengancam ekosistem alam. Mereka juga mendorong pemerintah melibatkan para ahli berintegritas dalam pengelolaan tambang berkelanjutan. Sebagai langkah strategis, FABEM mendesak percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) oleh DPR RI, dengan harapan menghasilkan kepastian hukum dan keadilan investasi bagi semua pihak.

Dasar Hukum

  1. Pembukaan UUD 1945: Menegaskan cita-cita negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

  2. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945: Menetapkan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.

  3. Putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023: Mengakui hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam.

  4. UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Melarang aktivitas yang mengganggu ekosistem, termasuk penambangan terumbu karang dan pencemaran lingkungan.

ا MH ] 

Monday, June 2, 2025

Fatrian Rubiansyah: Kontinuitas, Keterjangkauan, dan Komunikasi Kunci Layanan Air

 

Poster Standar 5K Sistem Penyediaan Air Minum (Sumber: suherman.asia)

Jakarta, AlifMH.info  Selama ini, penilaian terhadap kinerja sistem penyediaan air seringkali hanya berfokus pada dua variabel utama: kuantitas dan kualitas. Namun Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP—Co-Founder Nusawater sekaligus Water Collaborator—menegaskan bahwa ada tiga faktor krusial lain yang tidak boleh diabaikan oleh regulator dan penyedia layanan air. “Kuantitas dan kualitas itu penting, tetapi kinerja 5K sejati harus meliputi kontinuitas, keterjangkauan, dan komunikasi,” ujar Fatrian pada diskusi publik terbaru di Jakarta.

Menurut Fatrian, kontinuitas pasokan menjadi syarat mutlak; masyarakat menuntut air tersedia 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, terutama di tengah fluktuasi permintaan akibat peningkatan aktivitas ekonomi dan perubahan pola cuaca. “Stabilitas pasokan bukan hanya soal kapasitas instalasi pengolahan, tetapi juga ketangguhan jaringan distribusi menghadapi gangguan teknis maupun bencana alam,” tambahnya.

Aspek kedua yang sering terlewat adalah keterjangkauan. Air sebagai hak dasar manusia harus bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok berpenghasilan rendah. Fatrian menekankan pentingnya skema subsidi yang tepat sasaran dan struktur tarif progresif agar keberlanjutan infrastruktur tidak terkorbankan demi harga terjangkau.

Terakhir, Fatrian menyoroti faktor komunikasi antara penyedia dan pengguna air. “Sistem canggih pun akan kehilangan kepercayaan publik apabila kanal keluhan dan informasi tidak responsif,” ungkapnya. Ia mencontohkan pengalaman langsungnya, di mana transparansi data kualitas air dan keterbukaan dalam menangani gangguan terbukti memperkuat kepercayaan pelanggan.

Meski tren AI, digitalisasi, dan inovasi teknologi terus mendorong efisiensi, Fatrian meyakini bahwa standar 5K—kuantitas, kualitas, kontinuitas, keterjangkauan, dan komunikasi—adalah fondasi holistik bagi sistem penyediaan air yang adil dan berkelanjutan. “Air adalah layanan publik. Kita tidak bisa hanya bicara performa teknologi; kita harus memastikan setiap tetes air hadir sebagai hak yang dilayani dengan baik,” tutupnya.

ا MH ] 


Monday, May 5, 2025

Fatrian Rubiansyah: Indonesia Harus Siap Hadapi Ancaman dan Peluang Penambangan Laut Dalam

 

Fatrian Rubiansyah: Indonesia Harus Siap Hadapi Ancaman dan Peluang Penambangan Laut Dalam
Poster - Potensi Besar Laut Indonesia (sumber: katadata.co.id)

Yogyakarta, AlifMH.info — Langkah pemerintah Amerika Serikat yang baru-baru ini menandatangani perintah eksekutif guna mempercepat praktik penambangan laut dalam (deep-sea mining) telah memicu kekhawatiran internasional. Kebijakan ini dilakukan tanpa memperhatikan perlindungan hukum laut internasional seperti United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) dan International Seabed Authority (ISA). Menanggapi hal ini, Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP, yang merupakan Co-Founder Nusawater sekaligus seorang Water Collaborator, menyampaikan pandangannya terkait dampak dan risiko yang ditimbulkan, khususnya bagi negara kepulauan seperti Indonesia.

Menurut Fatrian, kebijakan sepihak semacam itu dapat menjadi preseden buruk yang mendorong negara lain melakukan eksploitasi serupa tanpa pertimbangan lingkungan yang matang maupun pengawasan global yang adil. Ia mengingatkan, “Bayangkan dunia di mana kedalaman laut menjadi perbatasan baru eksploitasi sumber daya, padahal kita nyaris belum memahami kehidupan yang ada di dalamnya.” Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia memiliki wilayah laut yang kaya akan keanekaragaman hayati dan potensi mineral. Namun sayangnya, hingga kini belum memiliki kerangka hukum nasional yang komprehensif untuk mengatur aktivitas penambangan laut dalam, baik di dalam maupun di luar yurisdiksi nasional.

Fatrian menilai bahwa Indonesia berada pada titik krusial. Di satu sisi, kekayaan maritim merupakan peluang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi biru. Namun di sisi lain, tanpa aturan yang kuat, potensi kerusakan lingkungan sangat besar. Oleh karena itu, ia menyarankan tiga langkah strategis yang perlu segera dilakukan: pertama, menyusun kerangka hukum nasional yang sesuai dengan standar internasional untuk mengatur penambangan laut dalam secara bertanggung jawab. Kedua, meningkatkan investasi pada riset kelautan untuk memperkuat pemahaman terhadap ekosistem laut dalam sebagai dasar pembuatan kebijakan dan perlindungan lingkungan. Ketiga, memperkuat peran Indonesia dalam dialog global agar pemanfaatan sumber daya laut tidak mengorbankan keberlanjutan planet ini.

Fatrian menegaskan bahwa laut bukan hanya sekadar hamparan air, melainkan urat nadi kehidupan yang menopang miliaran makhluk hidup dan komunitas manusia. “Kita sebagai penjaga laut harus mampu menyeimbangkan antara pertumbuhan dan keberlanjutan,” tegasnya. Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan — dari pemerintah, peneliti, hingga masyarakat luas — untuk bersama-sama mengambil peran dalam menjaga kelestarian laut dan menjadikan Indonesia sebagai pelopor praktik kelautan yang berkelanjutan.

ا MH ] 

Tuesday, April 22, 2025

Jejak Energi dan Air di Balik Setiap Prompt AI: Refleksi Penting untuk Masa Depan Digital Berkelanjutan

 

Jejak Energi dan Air di Balik Setiap Prompt AI: Refleksi Penting untuk Masa Depan Digital Berkelanjutan
Source: www.thetimes.com

Jakarta, AlifMH.info — Di tengah maraknya penggunaan kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT dan DeepSeek, sebuah fakta menarik diungkapkan oleh Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP, Co-Founder Nusawater sekaligus Water Collaborator. Menurut Fatrian, setiap interaksi pengguna dengan AI ternyata menimbulkan jejak energi dan konsumsi air bersih yang signifikan, sebuah isu yang jarang menjadi perhatian publik.

Fatrian menjelaskan bahwa setiap kali seseorang mengetikkan permintaan, bahkan sesopan "please" atau "thank you", sistem AI di balik layar tidak hanya memproses kata-kata tersebut secara digital, tetapi juga “berkeringat” secara harfiah melalui konsumsi energi dan air. Pernyataan ini diperkuat oleh pengakuan CEO OpenAI, Sam Altman, yang menyebutkan bahwa permintaan sopan dari pengguna meningkatkan biaya listrik hingga puluhan juta dolar AS, namun dianggap sebagai investasi untuk masa depan percakapan alami AI.

Lebih rinci, Fatrian memaparkan bahwa untuk setiap 100 kata yang diproses, dibutuhkan sekitar 0,36 kWh listrik dan 0,5 liter air bersih untuk keperluan pendinginan pusat data. Dengan 122,5 juta pengguna aktif ChatGPT setiap hari dan lebih dari satu miliar prompt dikirimkan, konsumsi air global untuk mendukung aktivitas ini bisa mencapai 0,5 miliar liter per hari — cukup untuk memenuhi kebutuhan lima juta orang.

Fenomena ini menjadi semakin relevan di Indonesia, mengingat nilai pasar AI nasional diproyeksikan mencapai US$ 2,97 miliar pada tahun 2025. Seiring itu, kapasitas pusat data dalam negeri juga meningkat dari 145 MW menjadi 210 MW pada 2024, membawa tantangan baru terhadap keberlanjutan sumber daya alam.

"Teknologi AI bukan tanpa jejak. Setiap klik, setiap prompt, membawa dampak terhadap konsumsi energi dan air. Kita semua menjadi bagian dari sistem ini, dan kita memiliki tanggung jawab moral terhadap keberlanjutan digital dan kelestarian air," ujar Fatrian.

Ia mengajak seluruh masyarakat untuk menggunakan teknologi AI secara bijak dan produktif, menjadikan kecerdasan buatan sebagai alat bantu yang mempercepat produktivitas, bukan sekadar konsumsi berlebihan tanpa nilai tambah.

"Bijaklah dalam menggunakan AI. Mari sadar, mari tumbuh bersama dalam ekosistem digital yang lebih bertanggung jawab," tutup Fatrian.

ا MH ] 

Hari Bumi 2025: Refleksi Air dan Lingkungan Menuju Indonesia Emas 2045

 

Hari Bumi 2025: Refleksi Air dan Lingkungan Menuju Indonesia Emas 2045
Indonesia Darurat Sampah Plastik by indonesiabaik.id

Jakarta, AlifMH.info — Peringatan Hari Bumi Sedunia pada 22 April 2025 menjadi momentum refleksi bagi seluruh lapisan masyarakat dalam meninjau kembali kontribusi terhadap kelestarian lingkungan, terutama dalam pengelolaan sumber daya air. Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP — Co-Founder Nusawater dan Water Collaborator — menyampaikan pandangannya tentang urgensi perubahan paradigma dalam melihat air, tidak sekadar sebagai sumber daya, melainkan sebagai hak dasar setiap manusia.

Fatrian mengungkapkan bahwa saat pertama kali terlibat dalam proyek air bersih, ia menyangka tantangannya hanya berkutat pada persoalan infrastruktur. Namun dalam perjalanannya, ia menyadari bahwa permasalahan air jauh lebih kompleks, menyangkut dimensi sosial, ekologis, hingga kepemimpinan. “Air bukan sekadar soal pipa dan pompa. Ini tentang bagaimana kita memperlakukan bumi dan warisan apa yang kita tinggalkan bagi generasi berikutnya,” ujarnya.

Kondisi di berbagai wilayah Indonesia mencerminkan urgensi tersebut. Di Jakarta, sekitar 80% pasokan air bersih bergantung pada Waduk Jatiluhur, namun 45% air tanah di wilayah ini telah tercemar berat, sebagian besar oleh bakteri E. coli dan limbah domestik. Sementara di Bandung, Sungai Cikapundung harus menanggung beban 13 ton sampah setiap harinya. Kedua contoh ini menjadi potret nyata tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan air di masa depan.

Secara global, tema Hari Bumi 2025 adalah “Planet vs. Plastics”, yang mengajak seluruh dunia untuk mengurangi konsumsi plastik dan melindungi ekosistem, terutama sumber-sumber air. Fatrian menilai, isu ini sangat relevan di Indonesia, yang saat ini masih menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah plastik dan limbah rumah tangga yang mencemari sungai dan sumber air lainnya.

Dari momentum Hari Bumi ini, Fatrian merumuskan tiga pelajaran penting yang perlu menjadi perhatian para pemimpin dan masyarakat. Pertama, bahwa air bukan hanya sumber daya, tetapi hak dasar manusia yang menentukan kualitas hidup, terutama bagi generasi mendatang. Kedua, bahwa kebijakan besar selalu dimulai dari kesadaran kecil — seperti memilih air isi ulang, memilah sampah, dan mengedukasi lingkungan sekitar. Ketiga, bahwa cita-cita Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai tanpa adanya revolusi kesadaran lingkungan dari seluruh komponen bangsa. Menurutnya, keberlanjutan (sustainability) bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan yang mendesak untuk masa depan yang lebih baik.

Menutup pesannya, Fatrian mengajak semua pihak untuk bertanya pada diri sendiri tentang kontribusi kecil yang bisa diberikan hari ini demi masa depan bumi dan air yang lebih lestari. Ia juga mendorong masyarakat untuk saling menginspirasi dalam menyuarakan gerakan keberlanjutan, dimulai dari langkah sederhana dan kesadaran yang tumbuh dari diri sendiri.

Hari Bumi tidak boleh hanya menjadi seremoni tahunan, tetapi harus menjadi pengingat bahwa menjaga lingkungan, terutama air, adalah tanggung jawab bersama. Dari sungai-sungai kota hingga kebijakan nasional, semuanya menentukan apakah kita benar-benar siap menuju Indonesia yang tangguh dan berkelanjutan di tahun 2045.

ا MH ] 

Sunday, April 13, 2025

Mengukur Risiko Air di Era Baru: Pelajaran dari WWF Water Risk Filter

Mengukur Risiko Air di Era Baru: Pelajaran dari WWF Water Risk Filter
Poster Water Risk Filter  (WWF) 5.0

Jakarta, AlifMH.info — Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP, Co-Founder Nusawater dan Water Collaborator, mengungkapkan pentingnya pemahaman mendalam tentang risiko air yang dihadapi di seluruh wilayah Indonesia. Dalam sebuah eksplorasi menggunakan WWF Water Risk Filter, sebuah alat berbasis data yang sudah digunakan oleh lebih dari 3.000 organisasi dan memetakan lebih dari 200.000 lokasi global, Fatrian menemukan bahwa pulau tempatnya tinggal (pulau jawa) masuk kategori risiko tinggi—zona merah. Temuan ini menegaskan bahwa risiko air tidak semata terkait kekeringan atau banjir musiman, tetapi juga mencakup aspek regulasi dan reputasi, yang berdampak langsung pada kelangsungan bisnis dan keberlanjutan hidup masyarakat.

Fatrian menjelaskan, “Air itu bukan gratis—ia finite. Sumber daya ini terus menghadapi tantangan seperti pencemaran, penggunaan berlebihan, dan distribusi yang tidak merata, yang semuanya menuntut perhatian serius dari pelaku usaha, investor, hingga pemimpin lokal.” Menurutnya, peta risiko air yang dihasilkan alat ini sangat krusial untuk mengantisipasi dampak iklim, regulasi, dan reputasi yang dapat mempengaruhi lokasi usaha, pabrik, ataupun proyek pengembangan suatu wilayah.

Mengukur Risiko Air di Era Baru: Pelajaran dari WWF Water Risk Filter
Hasil eksplorasi WWF Water Risk Filter

Dalam paparan lebih lanjut, Fatrian menyampaikan tiga pelajaran utama yang dapat dipetik dari penggunaan WWF Water Risk Filter. Pertama, pemahaman bahwa air merupakan sumber daya yang terbatas dan harus dikelola secara bijak, mengingat segala tantangan yang dihadapi mulai dari pencemaran hingga overuse. Kedua, peta risiko air yang tepat juga merupakan peta risiko bisnis; dengan data yang akurat, perusahaan dapat mengantisipasi dan merencanakan skenario risiko hingga tahun 2050. Ketiga, respons yang diharapkan tidak hanya bersifat reaktif, tetapi harus direncanakan secara strategis. Hal ini sangat relevan bagi para perusahaan yang tengah menyusun ESG Roadmap atau menetapkan Science-Based Targets guna mendukung keberlanjutan operasi mereka.

Fatrian mengajak seluruh pemangku kepentingan—dari desa hingga pabrik, dari tambang hingga kampus—untuk segera melihat riskmap masing-masing melalui www.riskfilter.org, dan menggunakan data tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan strategis. “Sudahkah kita benar-benar memahami risiko air di lingkungan kerja kita? Pelajari data yang ada, ambil langkah pertama, dan mulai bangun usaha yang lebih sadar terhadap pentingnya air,” pungkasnya.

ا MH ] 

Friday, March 28, 2025

Kualitas Air di Sekitar Kita: Cerminan Kesehatan Lingkungan dan Masa Depan Generasi

 

Kualitas Air di Sekitar Kita: Cerminan Kesehatan Lingkungan dan Masa Depan Generasi
Gambar salah satu sungai kecil di Indonesia

Jakarta, AlifMH.info — Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP, Co-Founder Nusawater dan Water Collaborator, mengajak masyarakat untuk menilik kembali kondisi air yang mereka gunakan sehari-hari. "Seberapa bagus kualitas air di sekitar kamu? Apakah air yang kamu pakai hari ini masih aman dan layak digunakan?" tanyanya, menempatkan pertanyaan tersebut sebagai refleksi kritis terhadap kelangsungan hidup lingkungan dan kesejahteraan generasi mendatang.

Fatrian mengisahkan pengalamannya ketika pernah berdiri di tepi sungai yang dahulu menjadi sumber kehidupan warga. Kini, sungai tersebut telah berubah drastis—warnanya coklat gelap dan dipenuhi limbah, sehingga anak-anak tidak lagi bisa bermain di tepi air seperti dulu. Kondisi ini semakin diperparah oleh data resmi yang menunjukkan bahwa Indeks Kualitas Air (IKA) nasional tahun 2023 hanya mencapai 54,59, belum mencapai target minimal yang ditetapkan sebesar 55,40. Bagi Fatrian, angka tersebut bukanlah sekadar statistik, melainkan cerminan nyata tentang kondisi kesehatan lingkungan dan penentu masa depan bangsa.

Dalam refleksi pribadinya, Fatrian menyampaikan tiga pelajaran penting yang perlu menjadi landasan tindakan bersama. Pertama, ia menekankan bahwa kesadaran merupakan titik awal perubahan. Tanpa mengetahui kondisi air di sekitar, masyarakat sulit untuk benar-benar peduli terhadap pelestarian lingkungan. Kedua, aksi kecil yang dilakukan setiap individu memiliki dampak besar, dimulai dari mengurangi limbah di rumah, memberikan edukasi kepada keluarga, hingga mendukung kebijakan yang berbasis sains. Ketiga, kolaborasi di antara pemerintah, sektor bisnis, dan warga sangat esensial dalam mengatasi permasalahan lingkungan, khususnya terkait kualitas air.

Menjelang bulan Ramadan, Fatrian mengajak masyarakat untuk merenungkan warisan yang ingin dibangun bagi Indonesia Emas 2045. "Air bersih adalah hak dasar, bukan sekadar privilese," tegasnya, sekaligus menantang setiap individu untuk secara aktif mengecek dan melaporkan kondisi kualitas air di lingkungan mereka. Baginya, gerakan menuju keberlanjutan air (Water Sustainability) adalah tanggung jawab bersama yang tidak bisa dianggap enteng.

ا MH ] 

Friday, March 21, 2025

Menuju Akses Air Berkelanjutan 2045: Mimpi Nyata untuk Indonesia Emas

 

Menuju Akses Air Berkelanjutan 2045: Mimpi Nyata untuk Indonesia Emas
Sumber Photo: KemenPU

Jakarta, AlifMH.info — Indonesia menargetkan capaian ambisius dalam pembangunan nasional jangka panjang: memastikan 100% masyarakat memiliki akses terhadap air minum yang aman dan 70% penduduk memiliki akses sanitasi layak pada tahun 2045. Target ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, yang juga menjadi bagian penting dari visi Indonesia Emas 2045.

Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP, seorang Water Collaborator sekaligus Co-Founder Nusawater, menegaskan bahwa target ini bukan sekadar angan-angan, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. “Kita harus membayangkan sebuah Indonesia di mana akses terhadap air minum bukan lagi privilese, tetapi menjadi hak dasar yang dijamin untuk seluruh warga negara,” ujar Fatrian.

Menurutnya, saat ini banyak daerah di Indonesia masih menghadapi krisis air bersih dan belum memiliki sistem sanitasi yang memadai. Jika tidak segera dibenahi, permasalahan ini akan menjadi tantangan besar di masa depan—baik bagi lingkungan, kesehatan publik, maupun stabilitas sosial.

Pemerintah sendiri telah menyusun strategi menyeluruh untuk mewujudkan target tersebut, antara lain:

  • Penyediaan 100% akses air minum perpipaan untuk wilayah perkotaan,

  • Peningkatan sistem sanitasi aman hingga 70%,

  • Transformasi infrastruktur air yang berbasis teknologi dan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance),

  • Serta pembukaan peluang bagi pembiayaan inovatif dan investasi swasta di sektor air.

Fatrian juga menyoroti pentingnya belajar dari praktik internasional. Ia mencontohkan Spanyol yang sukses menjalankan konsep EcoFactory, yakni fasilitas pengolahan air limbah yang mampu mendaur ulang 100% air limbah menjadi air yang dapat digunakan kembali. Sementara itu, Singapura telah membuktikan efektivitas teknologi NEWater—mampu mengolah air limbah menjadi air minum layak konsumsi.

“Visi besar ini tidak akan terwujud tanpa partisipasi aktif masyarakat. Kita bisa mulai dari langkah sederhana seperti efisiensi penggunaan air, mendukung kebijakan yang pro-lingkungan, serta mendorong kolaborasi erat antara industri dan pemerintah,” tambahnya.

Fatrian mengajak semua pihak untuk menjadikan momentum ini sebagai gerakan nasional. “Mimpi 2045 itu nyata, jika kita bergerak dari sekarang. Jangan tunggu nanti. Kita semua punya peran dalam mencapainya.”

ا MH ] 

Thursday, March 20, 2025

Kolaborasi Lintas Sektor: Kunci Inovasi dan Masa Depan Pengelolaan Air di Indonesia

 

Kolaborasi Lintas Sektor: Kunci Inovasi dan Masa Depan Pengelolaan Air di Indonesia
Studi kasus C40 di Kota Semarang

Jakarta, AlifMH.info — Tantangan dalam pengelolaan air bersih tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama dalam menciptakan inovasi yang berdampak dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan oleh Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP, Co-Founder Nusawater sekaligus Water Collaborator, yang menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat dalam menghadapi krisis air di Indonesia.

Menurut Fatrian, sejumlah negara telah berhasil membuktikan bahwa kolaborasi lintas sektor mampu menghasilkan solusi konkret terhadap tantangan air. Ia mencontohkan model Triple Helix di Murcia, Spanyol, yang menyatukan universitas, industri, dan pemerintah untuk menjawab persoalan kelangkaan air melalui pendekatan inovatif.

Di Irlandia, inisiatif WaterMARKE berhasil meningkatkan kualitas air sungai dengan melibatkan petani lokal, program pemerintah, serta pakar pertanian. Belanda juga menjadi contoh unggul dengan Wetsus, sebuah pusat riset yang menggandeng lebih dari 100 perusahaan dan 20 institusi pendidikan tinggi untuk mengembangkan teknologi air terbaru demi menjawab persoalan air global.

"Indonesia memiliki potensi besar dalam menerapkan pendekatan serupa," ujar Fatrian. Ia menyoroti pentingnya pengelolaan air terpadu yang melibatkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, khususnya untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi di wilayah pedesaan.

Studi kasus C40 di Kota Semarang juga menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah dapat menghasilkan dampak positif dalam upaya mitigasi risiko iklim dan ketahanan air perkotaan. “Pendekatan multipihak seperti ini bukan hanya mempercepat inovasi, tapi juga meningkatkan akuntabilitas dan keberlanjutan program,” tambah Fatrian.

Fatrian menegaskan bahwa kolaborasi bukan sekadar kerja sama, melainkan proses menciptakan nilai bersama untuk menjawab tantangan yang kompleks. "Ketika kita berbicara soal masa depan air, kita tidak bisa bekerja dalam silo. Butuh komitmen kolektif untuk melahirkan inovasi yang menjawab kebutuhan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian sumber daya air," tegasnya.

Ia pun mengajak seluruh pemangku kepentingan di Indonesia untuk menjadikan kolaborasi sebagai budaya kerja dalam merancang solusi air yang inklusif dan berkelanjutan. “Bergandengan tangan adalah cara terbaik kita untuk memastikan masa depan yang lebih aman dan layak bagi generasi mendatang.”

ا MH ] 

Wednesday, March 19, 2025

Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir: Solusi Sementara atau Ancaman Ekologis?

 

Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir: Solusi Sementara atau Ancaman Ekologis?
Poster Teknologi Modifikasi Cuaca by bmkg.go.id

Jakarta, AlifMH.info — Pemanfaatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) kian marak digunakan sebagai upaya mitigasi banjir di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di Jakarta. Teknologi yang bekerja dengan menyemai zat tertentu, seperti garam (NaCl), ke dalam awan untuk mempercepat hujan di lokasi yang dianggap aman ini dinilai mampu mengurangi curah hujan dan mengalihkan potensi banjir dari kawasan rawan. Namun, sejumlah ahli mempertanyakan efektivitas jangka panjang teknologi ini.

Fatrian Rubiansyah Rusydy, S.T., MBA, PMP, yang merupakan Co-Founder Nusawater sekaligus seorang Water Collaborator, menyampaikan pandangan kritisnya terhadap tren penggunaan TMC yang semakin meningkat. Menurutnya, meskipun data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa TMC mampu menurunkan curah hujan hingga 67 persen di beberapa wilayah, hal ini belum tentu menjawab akar persoalan banjir perkotaan.

“Teknologi ini memang bisa mengurangi curah hujan sementara, tapi selama sistem drainase dan tata kelola air kita tidak dibenahi, banjir akan tetap terjadi,” ujar Fatrian.

Ia mencontohkan pelaksanaan TMC di Jakarta pada awal tahun 2025 yang berhasil menurunkan intensitas hujan sebesar 35 persen dalam 24 jam pertama. Namun, ia mengingatkan bahwa efektivitas TMC sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur kota. Tanpa sistem drainase yang optimal, hujan dalam intensitas sedang sekalipun tetap dapat menyebabkan genangan.

Fatrian juga membandingkan penerapan TMC di beberapa wilayah dan negara lain. Di Kalimantan, teknologi ini sempat digunakan untuk meredam kebakaran hutan dengan meningkatkan curah hujan hingga 40 persen. Namun, tanpa upaya reboisasi dan restorasi hutan yang berkelanjutan, dampaknya bersifat sementara. Sementara di China, modifikasi cuaca digunakan dalam skala besar untuk mendukung sektor pertanian, dan di Uni Emirat Arab, metode “elektrifikasi awan” diklaim mampu menambah curah hujan hingga 30 persen. Ironisnya, di beberapa kota UEA, hujan buatan justru memicu banjir yang tak terduga.

“Setiap wilayah memiliki tantangannya masing-masing. Kita tidak bisa serta-merta meniru pendekatan negara lain tanpa mempertimbangkan kondisi geografis, iklim, dan kapasitas infrastruktur kita sendiri,” jelas Fatrian.

Ia juga menggarisbawahi risiko jangka panjang dari penggunaan TMC secara masif. Di antaranya adalah terganggunya pola hujan alami, potensi kekeringan lokal di wilayah lain, serta dampak ekologis yang masih belum sepenuhnya teridentifikasi oleh sains.

Oleh karena itu, Fatrian mendorong agar TMC tidak dijadikan solusi utama dalam pengendalian banjir. Ia menyarankan agar pemerintah dan pemangku kepentingan lebih fokus pada perbaikan sistem pengelolaan lingkungan dan infrastruktur air secara menyeluruh.

“Normalisasi sungai harus dijalankan secara tuntas, bukan hanya menjadi wacana. Kita juga perlu membangun lebih banyak waduk dan polder seperti di Pluit atau Kampung Melayu. Selain itu, pengelolaan sampah dan sistem drainase harus diperbaiki agar air hujan bisa mengalir dengan baik. Tak kalah penting, pengaturan penggunaan air tanah harus diperketat karena penurunan muka tanah di Jakarta memperparah dampak banjir,” paparnya.

Fatrian menutup pandangannya dengan menegaskan bahwa masalah banjir tidak bisa hanya diselesaikan dengan “mengendalikan hujan”. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana masyarakat dan pemerintah mengelola lingkungan dan tata kota secara berkelanjutan.

“Apakah kita ingin terus mengandalkan hujan buatan, atau mulai memperbaiki kota dan lingkungan kita sendiri? Ini adalah pilihan strategis yang harus kita ambil sekarang,” pungkasnya.

ا MH ] 

Inspiration

Figure

Techno